Rabu, 11 Mei 2011

Sengsara di Negeri Kaya Migas

Pemerintah berencana menaikan harga BBM bersubsidi pada april 2011. Meski masih dalam kajian, sorotan terhadap kebijakan yang tidak prorakyat it uterus bergulir. Alas an rencana kebijakan ini, katanya untuk penghematan APBN. Jika kebijakan itu dilaksanakan, maka pemerintah akan menghemat dana Rp 3,8 triliun. Alas an lainnya, anggapan bahwa subsidi lebih banyak dipergunakan konsumen kendaraan pribadi roda empat yang dianggap mampu membeli BBM non subsidi.
Pemerintah bisa saja membuat beribu alsan. Namun, jika ditelaah dalam fakta yang tengah terjadi sebenarnya liberalisasi sector migas untuk kepentingan kaum kapitalis terutama asing. Pembatasan BBM bersusidi menjadikan harga bahan bakar nonsubsidi di Pertamina sama dengan SPBU milik perusahaan asing. Dengan demikian SPBU-SPBU asing yang sepi pembeli akan mulai ramai dikunjungi karena tidak ada perbedaan.
Ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem kapitalis. Dalam kapitalis, Negara sama sekali tidak berkewajiban menjamin kebutuhan public seperti BBM, listrik, pendidikan atau kesehatan masyarakat. Seluruhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Sistem ekonomi kapitalis seperti ini semakin menjerat Indonesia sejak krisis moneter 1997. Pihak yang paling terkena dampak dari kebijakan liberalisasi migas tentu saja rakyat.
Kenaikan arga BBM ini otomatis akan meningkatkan biaya produksi, mulai dari kenaikan harga barang, pengurangan produksi, PHK karyawan dan daya beli masyarakat turun. Ini tentu akan semakin menambah angka kemiskinan. Sudah selayaknya rencana pembatasan atau kenaikan harga BBM bersubsidi ditolak, karena beberapa alas an. Pertama, pembatasan BBM bersubsidi menjadi “jalan tol” menuju liberalisasi migas.
Alas an bahwa subsidi BBM memberatkan APBN juga tidak benar, dalam APBN 2011 ternyata utang luar negeri menjadi beban berat APBN. Anggapan bahwa konsumsi BBM rakyat Indonesia termasuk paling boros adalah salah. Data bank dunia menyatakan bahwa konsumsi BBM Indonesia justru masih nomor 90 di dunia. Pengelolaan BBM di Indonesia tidak proporsional dan tidak efisien akibat adanya broker dan korupsi.
Dalam syariah islam, Negara diwajibkan mengelola migas untuk kepentingan rakyat. Negara tidak boleh menyerahkan kepada pihak asing, atau membebani rakyat dengan biaya yang tidak mampu ditanggung rakyat. Migas adalah salah satu kekayaan milik umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar