Tingginya inflasi ini masih akan berlangsung hingga paruh ke dua tahun 2009. BI menyikapi tingginya inflasi dengan menaikkan suku bunga secara bertahap sebesar 25 basis point per bulan yang kini pada tingkatan 9,5 persen. Dengan perkiraan inflasi pada tahun 2009 sekitar 6,5-7,5 persen tingkat BI Rate ini dianggap memadai.
Upaya untuk mengatasi ketatnya likuiditas di satu sisi dan tingginya inflasi di sisi lain tampaknya saling bertentangan. Untuk melawan inflasi dibutuhkan kebijakan uang ketat, sedangkan untuk mengatasi persoalan ketatnya likuiditas di perbankan dibutuhkan aliran dana ke dalam perekonomian. Tampaknya BI dan pemerintah berupaya melakukan kebijakan bersifat hibrid, yaitu mengurangi tekanan likuiditas dengan berupaya mengendalikan inflasi, paling tidak dalam enam bulan ke depan saat inflasi masih tinggi.
Hasilnya tentu tidak optimal, tetapi dalam situasi penuh ketidakpastian, amat sulit menerapkan kebijakan optimal. Saat ini, perbankan Indonesia sedang dalam proses ekapansi dalam menyalurkan kredit. Kecenderungan ini akan terus berlangsung karena LDR (rasio kredit terhadap deposito) meski mengalami peningkatan besar, tetapi masih ada di bawah 80 persen.
Bandingkan dengan LDR Thailand yang mendekati 100 persen dan Korea Selatan yang telah melampaui 100 persen. Memang aliran kredit perbankan terbatas kredit investasi karena tingginya risiko dan lebih besar pada kredit konsumsi dan modal kerja. Bagi bank-bank papan atas, mereka tampaknya enggan memanfaatkan fasilitas repo BI, terutama terkait reputasi. Mereka tidak mau mendapatkan kesan kesulitan dana dengan
memanfaatkan fasilitas BI. Bank-bank itu cenderung mendapatkan dana dari masyarakat atau pasar uang antarbank meski bunganya tinggi selama mereka dapat menyalurkan kredit dengan marjin tertentu. Kemungkinan pertumbuhan kredit akan melambat sesuai pertumbuhan dana pihak ketiga. Namun, kecenderungan pertumbuhan kredit masih akan tetap tinggi karena perbankan dalam kondisi ekspansif.
Dari sisi kebijakan moneter dan supervisi perbankan selain membuka akses lebih besar pada likuiditas, kepercayaan antarlembaga keuangan khususnya antarbank harus tetap
dijaga baik guna mencegah persoalan credit crunch, seperti di AS dan Eropa. Dengan rasio permodalan yang cukup baik dan tidak terkait masalah produk keuangan dari lembaga keuangan yang gagal di AS, seharusnya perbankan di Indonesia masih dapat berfungsi optimal meski menghadapi tekanan permasalahan likuiditas.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar