Senin, 29 November 2010

etika bisnis

Hakekat standar moral :
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif
tertentu.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya)
kepentingan diri.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.

Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/ rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras dan serasi.
Penerapan moral dalam dunia bisnis :
1. seorang pegawai datang ke kantor tepat pada waktunya.
2. seorang PNS tetap berada di kantor pada saat istirahat dan baru keluar kantor pada saat jam kerja berakhir meski pekerjaan tidak menumpuk/banyak.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:

1. Pengendalian diri
Artinya pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.

Contoh : Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.

Contoh : kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke bawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan di masa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan di masa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksakan diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.

4 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam sebuah profesi :
• Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan system informasi.
• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Senin, 08 November 2010

Pengertian Etika

Pengertian Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
etika adalah:
• Ilmu tentang apa yang baik dan yang
buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
• Kumpulan asas/nilai yang berkenaan
dengan akhlak
• Nilai mengenai yang benar dan salah yang
dianut masyarakat.

Pengertian Etika (2)
Dari asal usul kata, Etika berasal dari
bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat/kebiasaan yang baik.
Perkembangan etika studi tentang
kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan, menurut ruang dan waktu
yang berbeda, yang menggambarkan
perangai manusia dalam kehidupan pada
umumnya.

Moral
• Sony Keraf (1991): moralitas adalah sistem
tentang bagaimana kita harus hidup dengan
baik sebagai manusia.
• Frans Magnis Suseno (1987): etika adalah
sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran.
• Moralitas menekankan, “inilah cara anda
melakukan sesuatu”
• Etika lebih kepada, “mengapa untuk
melakukan sesuatu itu harus menggunakan
cara tersebut?
Faktor yang mempengaruhi
pelanggaran Etika
• Kebutuhan Individu
Korupsi alasan ekonomi
• Tidak ada pedoman
Area “abu-abu”, sehingga tak ada
panduan

Etika & Moral Secara
etimologi, etika dapat disamakan dengan
Moral. Moral berasal dari bahasa latin “mos”
yang berarti adat kebiasaan. Moral lebih
kepada rasa dan karsa manusia dalam
melakukan segala hal di kehidupannya. Jadi
Moral lebih kepada dorongan untuk mentaati
etika.

Faktor yang mempengaruhi
pelanggaran Etika (2)
• Perilaku dan kebiasaan individu
Kebiasaan yang terakumulasi tak dikoreksi
• Lingkungan tidak etis
Pengaruh dari komunitas
• Perilaku orang yang ditiru
Efek primordialisme yang kebablasan.

Sanksi Pelanggaran Etika
• Sanksi Sosial Skala relatif kecil,
dipahami sebagai kesalahan yang
dapat “dimaafkan”.
• Sanksi Hukum Skala besar, merugikan hak
pihak lain. Hukum Pidana menempati
prioritas utama, diikuti oleh hukum Perdata